Apakah bisa membuat bagian akuntansi keuangan disegani? Apakah bisa menjadi orang akuntansi keuangan yang disegani di dalam perusahaan?Jawaban saya: bukan hanya bisa disegani, jika dikomandani oleh orang yang tepat dan pintar, bagian akuntansi dan keuangan—yang jumlah stafnya tak lebih dari 5 orang—bahkan bisa menjadi departemen yang paling dominant dalam setiap denyut kehidupan perusahaan! Orang akuntansi-keuangan yang mau belajar, berusaha sungguh-sungguh, dan konsisten, bisa menjadi leader yang disegani atau bahkan ditakuti, jika mau.
Sebelum ini, JAK pernah memuat artikel tentang bagian akuntansi atau keuangan yang hanya menjadi prioritas terakhir dalam kenaikan gaji. Situasi seperti itu masih terus berlangsung di Indonesia dan negara-negara berkembang pada umumnya. Orang tehnik/hukum/kedokteran/sospol/dlsb yang mendominasi kehidupan perusahaan masih terjadi di Indonesia dan negara-negara yang memandang “menghasilkan dan menjual barang adalah segala-galanya.”
Dua dasawarsa sebelumnya, situasi yang sama juga pernah terjadi dalam perusahaan-perusahaan di negara maju. Tetapi sejak satu dasawarsa terakhir ini, di negara-negara maju, United States (Fortune 100 hingga 500) misalnya, situasi sudah mulai bergeser; Posisi CEO (chief executive officer)—yang di Indonesia kita sebut “Direktur Utama”—lebih banyak di isi oleh orang-orang yang sebelumnya menduduki jabatan CFO (chief financial officer), yang tiada lain adalah orang akuntansi-keuangan.
[textmarker color=”128F09″]Pertanyaannya[/textmarker]: mungkinkah kita di Indonesia bisa membuat bagian akuntansi dan keuangan menjadi yang paling dominant atau setidak-tidaknya disegani?
Sekalilagi, jawaban saya adalah BISA, dan saya sudah membuktikannya sendiri bahkan di perusahaan manufaktur yang biasanya didominasi oleh orang-orang produksi yang nota-benanya berlatarbelakang tehnik (entah itu tehnik mesin atau industri).
Sebelum bicara lebih jauh, saya ingin mengatakan bahwa tulisan ini dibuat bukan untuk office-politic (in fact, I hate office-politic,) apalagi untuk menimbulkan militansi dan fanatisme antar department atau latarbelakang pendidikan. Melainkan mengajak berpikir realistis, bahwa: yang namanya kompetisi tidak bisa dihindari—dan tak ada yang salah dengan hal itu. Akan jauh lebih masalah ketika orang accounting berkecil hati, bermental kecil (penny-wise), menggunakan pola pikir sempit, dan lembek.
Saya (penulis pribadi) ingin mengucapkan selamat untuk kawan-kawan mahasiswa yang memilih jurusan akuntansi. Dan bagi kawan-kawan yang sudah menjadi orang akuntansi, jangan kecewa atau berkecil hati jika kebetulan saat ini anda masih dalam posisi yang terpinggirkan, kurang mendapat porsi di dalam perusahaan, jarang (atau tak pernah) diajak membahas hal-hal yang sifatnya strategis.
Jika anda memiliki kemauan yang kuat, mau belajar dan bekerja dengan sungguh-sungguh, anda bisa mengubah keadaan itu. Anda bisa membuat bagian akuntansi-keuangan menjadi yang paling disegani di dalam perusahaan, bahkan mendominasi jika anda mau.
Caranya?
Jika belum pernah sebelumnya, melalui tulisan ini saya ingin mengajak anda untuk ikut berpetualang
Mau?

Kita mulai dengan…
Langkah-1. Belajar Menggunakan Mindset Generalist
Tempaan dan doktrin pendidikan akuntansi dimanapun itu (dari Indonesia, Eropa, Australia, hingga Amerika Serikat), menghasilkan orang-orang berkarakter specialist. Orang-orang yang memilih bermain di wilayah yang sempit. Memandang setiap kejadian ekonomi/bisnis hanya dari sudut pandang standar akuntansi dan undang-undang pajak, yang pada dasarnya hanya bersifat administrative.
Sementara, dunia usaha/bisnis adalah dunia luas yang nyaris tak terbatas. Administrasi hanya sebgaian kecil dari wilayah bisnis. Untuk bisa berperanan signifikan di wilayah ini dibutuhkan pola pikir pleksibel, lincah, taktis, mobile, comprehensive dan terintegrasi.
Inilah akar permasalahan yang membuat mengapa orang akuntansi-keuangan jarang diberi kepercayaan luas, di luar departemennya sendiri. Ini pula yang membuat pengusaha hanya berani mempercayakan hal-hal yang sifatnya administrative.
Oleh sebab itu, jika orang akuntansi-keuangan ingin mendapat kepercayaan yang lebih besar, harus mulai belajar menggunakan mindset generalist.
Secara umum, pola pikir specialist bisa pelan-pelan dibiasakan atau dilatih untuk, setidaknya, bisa memahami pola pikir generalist sekaligus menggunakannya di saat yang tepat untuk kasus yang sesuai.
Misalnya:
Sudah menjadi pemeo populer;
Orang accounting, ketika dimintai saran untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan, entah mengapa, yang terlintas pertamakali di benaknya adalah: “EFISIENSI!” yang kemudian diterjemahkan menjadi “PENGHEMATAN”—alias pemangkasan biaya (cost cutting.)
Bukan berarti cost-cutting itu buruk, tetapi tidak cukup. Mengapa?
Katakanlah cost dan expenses bisa ditekan hingga angka nol (meskipun itu tidak mungkin.) Jika usaha yang dilakukan hanya penghematan cost/expense ‘thok’, maka profit yang bisa dicapai hanya sebesar revenue (revenue – expense = profit = revenue – 0 = revenue.) Mustahil bisa lebih besar dari itu.
Mengapa tidak berpikir untuk “Meningkatkan Revenue/Penjualan” di sisi lainnya? Potensi cost-cutting sifatnya terbatas, sedangkan potensi penjualan sifatnya tidak terbatas.
Itu hanya salah satu contoh bagaimana caranya pindah dari pola pikir specialist ke pola pikir generalist, dari pola pikir sempit ke luas, dari hal-hal kecil ke hal-hal yang lebih besar.
Berlatih menggunakan pola pikir generalist, dalam konteks ini, bisa dilakukan minimal dengan 2 cara berikut ini:
1. Selalu berpikir tentang KEMUNGKINAN LAIN untuk setiap hal/persoalan yang dihadapi. Ini akan membuat otak seorang specialist menjadi selalu terangsang mencari logika-logika lain selain apa yang sudah terlanjur terbangun sejak di awal. Sekaligus membuat dirinya menjadi selalu ngeh (aware) terhadap berbagai kejadian yang ada disekitarnya. Orang yang diberi kepercayaan besar di dalam perusahaan hanya orang-orang yang selalu ‘ngeh’ dalam segala situasi.
Contoh: AC kantor macet. Anda dihadapkan pada pilihan antara memperbaiki atau membeli AC baru. Selain berpikir untuk menghemat cost (yang tentu saja bagus), apalagi kemungkinan logika lainnya? AC tua (mesikpun sudah diservice) disamping tidak cukup sejuk juga menyebarkan udara tak segar—yang pada akhirnya akan membuat staf menjadi sakit, kinerja menurun.
2. Selalu berpikir bahwa setiap kejadian adalah SERIAL, yang artinya akan ada: implikasi, dampak, dan kejadian lanjutan, sebagai akibat dari satu kejadian. Ini akan merangsang seseorang untuk selalu memiliki “rencana cadangan” untuk mengantisipiasi setiap kemungkinan. Orang yang dipercaya mengurus sesuatu yang besar hanya orang-orang yang antisipative, selalu memiliki rencana cadangan, selalu memiliki alternative solusi.
Contoh: Memelihara pegawai yang kurang terampil akan membebani—membuat pekerjaan menjadi tidak lancar. Yang terlintas di benak anda pertamkali mungkin: PHK lalu cari penggantinya.
Sebelum memutuskan hal itu, seseorang yang generalist akan berpikir: “apa yang terjadi setelah pegawai tersebut di keluarkan?” Perusahaan harus membayar pesangon (=biaya), pasang iklan untuk mencari penggantinya (=biaya), bagian HRD harus melakukan seleksi, interview, dan orientasi (tenaga+waktu=biaya). Belum lagi seringnya menayangkan “lowongan” di media masa akan membuat citra perusahaan menjadi tidak bagus—dengan employee turnover yang tinggi.
Bagaimana kalau pegawai yang kurang terampil itu di berikan training/coaching lebih intensif, diikutkan workshop dan seminar?
Dan masih banyak lagi hal-hal lain yang bisa dikembangkan agar bisa keluar dari pola pikir specialist yang lebih sempit untuk masuk ke pola pikir generalist yang lebih luas. Belajar menggunakan pola pikir generalist artinya belajar menggunakan pola pikir orang marketing, orang produksi, orang HRD, orang R&D, bahkan satpam dan office boy.
Mengapa orang akuntansi-keuangan yang bisa menggunakan mindset generalist memiliki potensi yang lebih besar (jika dibandingkan yang lain)?Bayangkan:
Rival anda mungkin orang-orang dari berbagai karakter: ada yang specialist dan generalist. Rival generalist (marketing, HRD, dll) hanya bisa berpikir generalist tetapi tidak bisa berpikir specialist. Dan, rival specialist (produksi, engineer, R&D) hanya bisa berpikir specialist tetapi tidak bisa berpikir generalist. Mereka-mereka itu harus berkompetisi dengan anda yang aslinya orang specialist tetapi sudah mampu berpikir dan bertindak generalist. Kira-kira siapa yang lebih unggul?
[textmarker color=”FF1008″]Tantangan[/textmarker] (dari saya): Sebagai wujud implementasi perubahan mindset dari specialist ke generalist, bisakah anda berpikir tentang suatu transaksi keuangan di luar standar akuntansi (PSAK/IFRS/IAS/GAAP)? Bisakah anda berpikir tentang suatu transaksi di luar Undang-Undang Pajak?
Kenyataannya, praktek suatu bisnis jauh lebih luas dari sekedar standar akuntansi dan undang-undang pajak. Administrasi hanya sebagian kecil dari operasional suatu bisnis yang lebih mirip hutan belantara tanpa aturan. Selama pola pikir masih terkungkung oleh doktrinisasi GAAP/PSAK/IFRS/IAS dan undang-undang pajak ‘THOK’, selama itupula akan tetap berada di ruang sempit—yang tentu saja tidak akan bisa menangani sesuatu di luar hal-hal yang sifatnya administrative.
Langkah-2. Belajar Berkomunikasi
Aspek yang sangat penting, dalam karir, setelah mental dan mindset adalah komunikasi.
Menginginkan sesuatu yang lebih besar artinya harus siap berada di ruang yang lebih luas. Berada di ruang yang lebih luas artinya anda harus siap menghadapi orang yang lebih banyak dengan berbagai karakter dan latar-belakang yang berbeda, bahkan mungkin samasekali berbeda dengan orang akuntansi dan keuangan.
Untuk itu semua dibutuhkan keterampilan berkomunikasi yang sangat baik.
Saya tidak ingin mengupas ilmu komunikasi bisnis (business communication). Tak perlu yang formal dan super-keren seperti itu. Cukup belajar:
- Bicara yang jelas, tertata, sistematis/kronologis, sehingga lawan bicara bisa memahami maksud anda tanpa mengalami bias atau salah persepsi. Untuk ini, kuncinya sangat sederhana: (a) tahu persis apa yang ingin disampaikan; (b) bicara pelan-pelan; dan kalau perlu (c) konfirmasikan dengan bahasa tulis (email/surat/memo.)
- Menyimak (mendengarkan dan meresapi) dengan baik, sehingga anda bisa memahami apa yang orang lain sampaikan tanpa bias atau salah persepsi. Kuncinya juga sederhana: (a) fokus; dan (b) jujur mengatakan “maaf saya tidak mengerti, mohon diulangi?”
- Tahu kapan saatnya BERBICARA/DIAM, tahu kapan saatnya mengatakan TIDAK/IYA, dan tahu kapan saatnya SERIUS/BERKELAKAR. Ini juga kuncinya sederhana: belajar etika komunikasi di lingkungan profesional.
Guru manajemen modern abad 21, [textmarker color=”188F06″]Peter F. Drucker[/textmarker], suatu ketika mengatakan:
Tingkatan ilmu komunikasi yang paling sulit adalah, memahami bahasa yang tidak terucap.
Saya mengartikannya: Belajar bahasa yang tersurat saja tidak cukup, perlu juga belajar bahasa yang tersirat. Dengan kalimat sederhana, belajar bahasa tubuh dan belajar memahami pola pikir sekaligus posisi orang lain.
Langkah-3. Membaca, Melihat, dan Mendengarkan Sebanyak Mungkin
Belajar menggunakan pola pikir generalist baru langkah pertama—pada fase itu anda baru belajar memahami pola pikir orang lain yang berasal dari berbagai macam latar belakang. Lebih jauh lagi, anda perlu sungguh-sungguh memahami bagaimana pola kerja mereka, apa yang mereka lakukan, bagaimana melakukannya, dan apa hasil akhirnya.
Untuk bisa sampai di titik ini, anda perlu banyak belajar—terutama yang berhubungan aktivitas perusahaan dimana anda berada. Artinya, anda perlu belajar:
- Pola pikir dan cara kerja marketing (tanpa perlu menjadi orang marketing);
- Pola pikir dan cara kerja production (tanpa perlu menjadi orang produksi);
- Pola pikir dan cara kerja engineering (tanpa perlu menjadi angineer);
- Pola pikir dan cara kerja reaserach & development (tanpa perlu menjadi orang R&D);
- Pola pikir dan cara kerja human resources development (tanpa perlu menjadi orang HRD).
Yang namanya belajar tidak selalu harus di kampus. Untuk skill-skill khusus (jika dirasa perlu), sekali-waktu anda bisa ikut seminar dan workshop. Yang perlu anda lakukan hanya membaca, melihat/mengamati, dan mendengar sebanyak mungkin. Jika mau lebih disederhanakan lagi, anda hanya perlu PEDULI TERHADAP LINGKUNGAN (jangan habiskan semua waktu bertahun-tahun hanya duduk di cubicle sendiri.)
Contoh konkretnya:
Di lingkungan manufaktur, sudah menjadi gossip yang lumrah bahwa:
Accounting is the most ‘nine-to-five’ folks on the planet
Maksudnya, di saat bagian produksi lembur hingga tengah malam-pun orang accounting tetap bisa pulang pulang pukul 5 sore ‘teng’—tak peduli apapun yang terjadi di dalam perusahaan, kecuali saat tutup buku.
Saya tahu. Masing-masing bagian sudah punya job descriptionnya, masing-masing pegawai sudah punya tugas dan pekerjaan tersendiri. Jika anda termasuk yang berpola pikir seperti ini, anda tidak salah—bahkan pemilik perusahaanpun tidak akan bisa mempersalahkan anda. Tetapi anda KEHILANGAN KESEMPATAN untuk belajar.
Jika anda ingin diberi kepercayaan yang lebih, sehingga disegani atau bahkan mendominasi di dalam perusahaan, sebaiknya jangan lewatkan kesempatan itu. Sesekali ikut lembur—meskipun pekerjaan anda sendiri sudah beres. Apalagi ketika bagian lain lembur sementara kepala/manager bagian tersebut tidak lembur, dan andalah yang mengawasi mereka (meskipun hanya dari kantor) hingga lembur selesai.
Bukan berarti anda ingin mengambil-alih pekerjaan mereka, bukan berarti anda perlu membajak fungsi mereka. Bukan.
Kunci dasarnya: Semakin lama anda berada di kantor, semakin banyak hal yang anda dengar dan lihat. Sekali-waktu anda akan mendengar pegawai yang bercerita: “Wah produksi jadi lambat gara-gara XYZ” atau “Jika mesin C dijalankan dengan kecepatan X ternyata output yang dihasilkan menjadi lebih baik.”
Begitu seringnya itu terjadi sehingga lama-lama anda akan paham bagaimana pola kerja mereka, apa yang mereka kerjakan, bagaimana mengerjakannya, kesulitan-kesulitan apa yang mereka hadapi. Ditambah dengan banyak membaca dan melihat, saya yakin anda bisa mengakumulasikan pengetahuan itu dengan waktu yang tidak terlalu lama.
Bukan hanya memperoleh pengetahuan, tanpa anda sadari (sebaiknya jangan by design) anda juga telah berkembang menjadi sosok yang berbeda dengan image yang berbeda dibandingkan sebelumnya: lebih peduli terhadap keadaan perusahaan, mau berbuat lebih, dan seterusnya.
Being care is simply great!
Cara lainnya adalah membantu bagian lain dengan data dan analisa. Saya tahu. Mungkin selama ini anda sudah supply mereka dengan laporan dan analisa tertentu, misalnya: analisa kapasitas mesin atau kapasitas produksi untuk scope yang lebih luas. Yang anda lakukan hanya mengolah data kemudian meletakan hasil analisa di atas meja-meja mereka.
Jika anda berpikir bahwa anda telah menyelesaikan tugas sampai di sana, memang tidak salah. Tidak ada yang mempersalahkan. Tetapi, sekalilagi anda KEHILANGAN KESEMPATAN untuk belajar sesuatu.
Jika anda ingin belajar sesuatu, saat mengolah data, perhatikan apakah ada yang janggal, apakah ada pola data yang tidak seperti biasanya? Bandingkan dengan data sebelumnya, lalu tanyakan kepada mereka—cari tahu lebih jauh mengapa datanya seperti itu? Mengapa tidak seperti ini? Bisakah berubah menjadi nyang ‘ono’ atau seperti nyang ‘ni’.
Setelah menyerahkan laporan, coba follow up dengan pertanyaan: “Apakah laporannya okay, sudah cukup? Apakah ada pertanyaan? Apakah perlu bantuan hal lain?” Jika perlu tanyakan angka tertentu (mengenai laporan anda).
Dari proses interaksi seperti itu, bukan saja anda telah banyak belajar sesuatu, tetapi juga, tanpa anda anda sadari, anda telah menjadi orang accounting yang sangat cooperative dan supportive, menyerahkan sesuatu lebih dari apa yang diharapkan. You’ve delivered over the expectation. Dan itu adalah karakter yang disegani oleh siapa saja—termasuk rival anda. Bahasa belandanya: “Menang tanpo ngasorake”—memenangkan sesuatu tanpa perlu mengalahkan orang lain.
Care dan supportive adalah kombinasi dua karakter yang pantas untuk dipercaya sekaligus disegani.
Langkah-4. Luaskan Pergaulan
[textmarker color=”168C0E”]Salah satu karakter orang kecil[/textmarker] adalah: hanya nyaman jika berada di lingkungannya sendiri dengan orang-orangnya sendiri. Yang lebih gawat lagi, hanya mau menyapa dan berbincang dengan orang-orangnya sendiri (atau yang dianggap dekat.)
Ya, saya setuju dan yakin, bahkan orang yang sudah besar sungguhanpun tidak pernah mengingikan embel-embel julukan “orang besar.” Apalagi untuk yang masih bermimpi. Namun “besar-kecil” dalam hal ini penting untuk tujuan mapping dalam proses pembelajaran.
Di luar diktomi ‘orang besar-orang kecil’, mari kita gali lebih jauh—dengan pendekatan yang lebih realistis: apa untung ruginya antara meluaskan dan membatasi pergaulan, dalam konteks ini.
- Pergaulan yang lebih luas = koneksi yang lebih luas, and vice-versa
- Pergaulan yang lebih luas = informasi yang lebih banyak, and vice-versa
- Pergaulan yang lebih luas = pengetahuan yang lebih luas, and vice versa
- Pergaulan yang lebih luas = keterterimaan (acceptance) yang lebih luas, and vice-versa
- Dan seterusnya.
Apakah belajar menggunakan mindset generalist, belajar berkomunikasi, belajar tentang bagian lain dan banyak bergaul dengan orang-orang di luar bagian akuntansi-keuangan saja sudah cukup?
Dengan melewati keempat fase tersebut, setidaknya anda telah:
- Belajar menjadi orang yang selalu ngeh (aware) dalam segala situasi
- Belajar menjadi orang yang extra-antisipative dan solutive
- Belajar menjadi orang yang lebih communicative
- Belajar menjadi orang yang lebih peduli (care) terhadap orang lain dan perusahaan
- Belajar menjadi orang yang lebih supportive dan bersedia berbuat lebih
- Belajar hal-hal lain (teknis dan non-teknis) di luar bagian akuntansi-keuangan
- Membangun jaringan, sekaligus memperluas pengetahuan, informasi, dan penerimaan
Itu semua baru pra-syarat dasar; pimpinan/pemegang saham dan publik di lingkungan anda baru melihat bahwa anda memiliki mental, loyalitas dan modal pengetahuan dasar untuk hal-hal yang lebih besar dari bagian akuntansi-keuangan. Namun itu saja belumlah cukup, mereka memerlukan orang yang benar-benar mampu melakukan sesuatu yang besar untuk perusahaan, SECARA NYATA.
Lanjut ke langkah berikutnya….
Langkah-5. Belajar Melihat Gambar Besar
Hasil yang bisa dilihat (diketahui) dari empat fase sebelumnya masih berupa mosaik (potongan-potongan gambar kecil) yang tidak utuh.
- “Mengerti mekanisme dan teknis Research & Development?” YES
- “Mengerti mekanisme dan teknis Promotion & Marketing?” YES
- “Mengerti mekanisme dan teknis Engineering & Production?” YES
- “Mengerti mekanisme dan teknis Warehousing & Shipping?” YES
- “Mengerti mekanisme dan teknis Accounting & Finance?” sudah pasti YES
- “Bisa berkomunikasi dengan mereka yang di luar?” YES
- “Bisa bekerjasama dengan mereka yang di luar?” YES
Baru pertanyaan itu yang bisa anda jawab dengan YES. Bagaimana dengan pertanyaan berikut ini:
“Mengerti mekanisme dan teknis perusahaan ini secara kesuluruhan dengan utuh?”
NOT YET! Dan itu akan membuat anda harus menjawab “NO YET” juga untuk pertanyaan berikut ini:
“Apakah anda bisa mengkoordinasikan dan memobilisasikan semua departemen itu sehingga mereka bekerjasama dan bersinergi secara simultan untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan?”
Ya jelas NOT YET, kenyataannya anda baru memahami mereka secara parsial, masih harus belajar menyusun mosaik itu menjadi GAMBAR BESAR YANG UTUH.
Tanpa bisa melihat gambar besar yang utuh, mustahil seseorang akan bisa memahami mekanisme operasional perusahaan secara kesuluruhan dengan utuh, apalagi bisa mengkoordinasikan departemen-departemen agar bisa bersinergi secara simultan untuk mencapai tingkat profitabilitas yang tinggi.
Tentu, anda tidak diharapkan untuk bisa mengerjakan segala sesuatunya sendiri (lha wong masing-masing sudah ada manager dan line manager sendiri-sendiri), melainkan setidaknya bisa menghadirkan STRATEGI TERINTEGRASI yang nantinya mengggiring mereka untuk menuju ke satu titik yang diharapkan.
Strategi bisnis yang terintegrasi hanya bisa dibuat oleh seseorang yang bisa melihat perusahaan sebagai SATU gambar besar yang utuh, bukan parsial atau terkotak-kotak.
Untuk bisa melihat gambar besar yang utuh, ya harus menyusun mosaic kecil-kecil itu—seperti seorang anak yang menyusun kepingan-kepingan gambar jigsaw atau cubic puzzle. Caranya?
- Pelajari visi dan misi perusahaan
- Pelajari latarbelakang dan sejarah perusahaan
- Pelajari legalitas perusahaan
- Struktur kepemilikan perusahaan
- Pelajari struktur organisasi
- Pelajari struktur permodalan perusahaan (debt or equity financing)
- Pelajari struktur system pengendalian intern (jika ada)
- Pelajari alur data (financial-dan-nonfinancial)
- Pelajari performace historical perusahaan
Setelah mempelajari itu semua, jika anda melakukannya dengan sungguh-sungguh, mestinya anda sudah bisa menyusun kepingan mosaic kecil-kecil menjadi gambar besar yang utuh.
Konkretnya: melakukan RE-KONSTRUKSI sendiri ALUR OPERASIONAL perusahaan, dengan menghubungkan satu departemen dengan departemen lainnya, berdasarkan pengetahuan dan pemahaman anda tentang masing-masing departemen yang sudah anda akumulasikan di fase-fase sebelumnya.
Utuh-atau-tidak-nya dan jelas-atau-tidak-nya gambar yang anda hasilkan, tergantung pada: seberapa bagus pemahaman anda mengenai masing-masing departemen tersebut.
Di titik ini, anda sudah memiliki 2 gambar besar:
(a) Gambar besar versi aslinya (sesuai dengan misi & visi perusahaaan) yang tiada lain adalah “kondisi yang diharapkan oleh pemilik perusahaan”.
(b) Gambar besar versi re-konstruksi (buatan anda) yang tiada lain adalah “kenyataan atau fakta yang saat ini sefang berlangsung di perusahaan.”
Membandingkan kedua gambar ini anda bisa mengetahui: apakah tujuan perusahaan sudah tercapai? Apakah tingkat profitabilitas sudah tercapai?
- Jika jawabannya “belum”, apa penyebabnya? Bisakah anda memperbaikinya sehingga tujuan itu bisa tercapai?
- Jika jawabannya “sudah”, apakah anda bisa membuatnya untuk menjadi lebih baik lagi sehingga bisa membawa perusahaan ke next-level?
Strength point anda sebagai orang akuntansi-keuangan, mestinya, adalah mampu menterjemahkan semua aktivitas operasional (dari tingkat korporasi hingga ke unit aktivitas terkecil) ke dalam satuan ukur moneter (uang). Kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang non-keuangan.
Nah, seseorang yang memahami pola kerja semua departemen DITAMBAH LAGI dengan kemampuan menterjemahkan semua aktivitas perusahaan ke angka rupiah, apakah mustahil bisa menghasilkan strategi bisnis yang mampu membawa perusahaan ke next-level, dengan pendekatan yang lebih taktis namun tetap terukur (bukan yang muluk-muluk)?. Coba pikirkan.
Langkah-6. Jadilah Orang Seperti Yang Anda Inginkan
Jika berhasil mencapai fase ini, anda BUKAN ORANG BIASA. Tidak semua orang bisa mencapai titik ini. Itu artinya, urusan membuat strategi untuk memperbaiki perusahaan samasekali bukan sesuatu yang sulit bagi orang seperti anda. Berada pada fase ini, anda memegang informasi luar biasa penting di tangan yang bisa diubah menjadi apa saja seperti yang anda inginkan.
Yang tersulit dari fase ini justru menentukan: APA YANG ANDA INGINKAN? INGIN JADI APA? Tanya pada diri-sendiri:
- Apakah aku HANYA INGIN menjadi orang penting yang disegani?
- Apakah aku INGIN menjadi orang berkuasa yang mendominasi?
Berikut adalah tindak-lanjut dari jawaban anda itu:
* Jika anda hanya ingin menjadi orang penting yang disegani, anda cukup menyampaikan strategi yang anda buat kepada pimpinan perusahaan. Selanjutnya usaha-usaha perbaikan dikerjakan secara bersama-sama oleh semua departemen. Posisi anda dalam hal ini hanya bertindak sebagai PEMANDU dan ADVISER bagi mereka. Bagaimanapun juga, dengan posisi ini saja, anda sudah menjadi orang penting yang disegani oleh siapapun di dalam perusahaan, termasuk pimpinan.
* Jika anda ingin menjadi orang berkuasa yang mendominasi, andalah yang berada di depan untuk menjadi komando dalam menjalankan usaha-usaha perbaikan ke depannya. Anda yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh. Anda yang menentukan siapa melakukan apa. Anda yang menentukan berapa dan untuk apa. YOU ARE THE BOSS!
Dalam fase ini sesungguhnya anda berada pada titik yang paling kritis. Mungkin ada banyak hal di luar logika yang tiba-tiba saja muncul. Dan itu lah anda yang sesungguhnya.
[textmarker color=”0D9109″]Saran saya[/textmarker]: jangan menghindari atau mengejar, tanya hati nurani dan berpasrahlah pada kehendak sang pencipta. Jika anda memang ditakdirkan menjadi orang yang mendominasi dan berkuasa, maka itulah yang akan terjadi selanjutnya, jika Tuhan menghendaki demikian.
“Bagaimana jika gagal atau memutuskan untuk tidak mengambil peluang yang ada?”
Sebuah pertanyaan yang realistis.
Ketika anda memutuskan untuk tidak mencoba sebelum berusaha, anda dijamin 100% gagal. Namun ketika memutuskan sebaliknya, yakni mencoba, anda dihadapkan pada probabilitas gagal:sukses, setidaknya dengan rasio50:50 PLUS (BONUS).
Apa “BONUS PLUS”-nya? PEMBELAJARAN.
Jika gagal sekalipun, anda akan memperoleh pembelajaran yang tak mungkin (sekalilagi tak mungkin) anda dapatkan di bangku kuliah kelas MBA sekolah manapun. Sulit untuk saya rinci di sini. Untuk tahu pelajaran apa saja persisnya yang bisa diperoleh, anda harus mengalaminya sendiri. Dan untuk bisa mengalaminya, anda perlu mencoba.
Yang pasti sekali (dengan asumsi anda tekun dan berjalan dengan sungguh), setelah melalui fase ini:
* Jika anda memutuskan untuk tetap menjadi seorang akuntan, anda akan menjadi ‘exceptional accountant,’ menguasai business process yang jarang dikuasai oleh akuntan lain.
* Jika anda bosan bekerja 9-to-5 dan memutuskan untuk menjadi seorang konsultan profesional yang independen, anda sudah siap, anda sudah menguasai alur bisnis, anda siap membangun jaringan, anda tahu bagaimana caranya memasarkan jasa, tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan klien.
* Jika anda memutuskan untuk mendirikan dan menjalankan kantor sendiri (entah itu KAP atau bisnis yang samasekali berbeda), anda juga sudah siap.
Langkah-7. Ingat Dari Mana Anda Berasal
Melewati berbagai fase sebelumnya, ada begitu banyak hal (baik-dan-buruk) yang anda temukan, pelajari, resapi, refleksikan dan lakukan. Itu semua, jika tidak cukup kuat, akan mengubah diri anda menjadi sosok yang samasekali berbeda dibandingkan siapa anda yang sebelumnya.
Silahkan bertanya pada diri sendiri:
Siapa aku dahulu? (pegawai accounting yang tidak pernah diajak meeting)
- Dari mana aku berasal? (dari ruangan sempit yang penuh tumpukan kertas)
- Siapa yang mensupportku? (orang tua, keluarga, guru sekolah, dosen, teman kuliah, pacar, istri/suami)
Seseorang yang ada di puncak kesuksesan, tetapi TIDAK SEMPAT BERTANYA atau SENGAJA MENGINGKARI, maka dia akan terlena, kebablasan, mabuk, jumawa, angkuh, akhirnya ngawur, lupa darimana dirinya berasal, lupa bahwa dirinya adalah orang specialist, lupa kalau dirinya berasal dari universitas kecil, lupa kalau dirinya berasal dari keluarga kurang mampu, KEHILANGAN INDENTITAS, JATI DIRI dan PIJAKAN.
[textmarker color=”0F8F06″]Saran saya[/textmarker]: Ingatlah darimana anda berasal. Angkat martabat dan kedudukan orang-orang yang pernah anda ajak susah, termasuk bagian akuntansi-keuangan, tentunya. Boleh jadi anda sudah sangat mahir menggunakan mindset generalist, tetapi sebaiknya jangan pernah melupakan basic anda sebagai seorang specialist.
Mengapa Fortune company memilih CFO untuk dijadikan CEO dibandingkan yang lain? Karena, di satu sisinya, CFO adalah orang-orang yang mampu menggunakan mindset generalist sebagaimana layaknya entrepreneur. Di sisi lainnya, mereka tetap terukur, karena aslinya memang specialist. Itu artinya mereka selalu: INGAT DARIMANA MEREKA BERASAL.
Bacaan ini, sudah pasti hanya untuk mereka-mereka yang mau bermimpi besar dan berani mengambil risiko untuk mewujudkan mimpinya. Mau mencobanya? Silahkan dipertimbangkan. Untuk sementara, selamat berakhir pekan
0 komentar:
Posting Komentar